Rabu, Juni 24, 2009

PENGEMIS DAN PUTRI RAJA

Tersebutlah seorang putri raja yang cantik jelita. Karena bergelimang harta, Sang Putri mempunyai sifat buruk. Ia selalu menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu.

Sedangkan Sang Raja tak pernah menolak kemauan putrinya.Salah satu kegemaran Sang Putri adalah mengumpulkan perhiasan dari intan permata. Ia sudah memiliki berlaci-laci perhiasan dari berbagai negeri.

Suatu saat Raja mengajak Sang Putri berkeliling kota. Setelah singgah di berbagai tempat, mereka berhenti di depan bangunan indah. Di depan bangunan itu terdapat air mancur. Sang Putri sangat terpesona dengan air mancur yang elok itu. Air mancur itu memancarkan butir-butir air yang sangat indah. Karena terkena sinar matahari, butiranbutir air itu memancarkan cahaya kemilau bak intan permata. Sang Putri semakin terpesona.

Sepulang dari perjalanan, Sang Putri minta dibuatkan air mancur di depan istana. Raja mengabulkan permintaan itu. Maka berdirilah air mancur nan megah seperti keinginan Sang Putri. Bukan main gembiranya Sang Putri. Tiap hari ia memandangi air mancur itu.

Suatu hari ketika Sang Putri duduk di pinggir air mancur itu, jari manisnya kejatuhan air mancur. Butiran air itu menjalar melingkari jari manis Sang Putri laksana cincin. Begitu tersinari matahari, lingkaran air itu memancarkan cahaya bak cincin permata. Sang Putri berdecak kagum. Ia berlari menemui Sang Raja.

"Ayahanda, saya ingin dibuatkan cincin permata dari butiran air," pinta Sang Putri.

Raja tak kuasa menolak keinginan putrinya. Segera Sang Raja memerintahkan abdi kerajaan mencari ahli permata.

Datanglah seorang ahli permata. Raja lalu menceritakan keinginan putrinya. Sang ahli permata mendengarkan dengan seksama.

"Ampun, Baginda. Hamba baru kali ini mendapatkan permintaan seperti itu. Hamba minta waktu untuk memikirkannya," kata ahli permata. Ia tampak kebingungan.

"Kalau begitu, kuberi waktu dua hari. Tapi, kalau gagal, penjara telah menantimu!" tukas Sang Raja.

Dua hari kemudian, ahli permata itu datang untuk memberitahu bahwa ia tak dapat memenuhi permintaan Sang Putri. Sesuai perjanjian, ahli permata itu dijebloskan ke penjara. Kemudian Sang Raja memerintahkan mencari ahli permata lain. Tapi, beberapa ahli permata yang datang ke istana mengalami nasib serupa dengan ahli permata pertama.

Raja sudah putus asa. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi demi putri kesayangannya. 

Sementara itu, Sang Putri terus menuntut agar permintaannya dikabulkan. Tiba-tiba seorang pengemis tua terbungkuk-bungkuk mendatangi istana.

"Kamu ahli permata?" sergah Sang Raja.

"Bukan, Baginda. Hamba hanya seorang pengemis. Tapi, mengapa Baginda menanyakan ahli permata?" Si Pengemis balik bertanya.

Lalu Sang Raja bercerita tentang keinginan putrinya.

"Izinkan hamba mencobanya, Baginda," ujar Si Pengemis kemudian.

"Awas, kalau gagal, penjara tempatmu!" ancam Sang Raja.

Si Pengemis kemudian memanggil Sang Putri.

"Tuan Putri, tolong bawa butiran air itu kemari!" pinta Si Pengemis kepada Sang Putri seraya menunjuk air mancur di depan istana.

Sang Putri menuruti saja perintah Si Pengemis karena ia sudah tak sabar memiliki cincin yang diidamkannya. Begitu berada di sisi air mancur ia menengadahkan tangannya. Sebutir air jatuh tepat di atas telapak tangannya. Cepat-cepat ia bawa butiran itu ke pengemis.

Tapi, sebelum sampai ke pengemis, butiran air itu menguap habis. Sang Putri mengulanginya. Kini ia berlari. Namun apa daya, tetap saja ia tak mampu membawa butiran air. Memang hari itu sedang sangat panas sehingga membuat butiran air cepat menguap.

Dan ini memang siasat Si Pengemis, ia datang pada saat cuaca panas.

"Kalau butiran airnya tidak ada, bagaimana hamba bisa mengabulkan permintaan Sang Putri?Saya kira tak seorang pun mampu membuat cincin kalau bahannya tidak ada. Hamba khawatir Tuan Putri yang cantik dan pintar ini akhirnya mendapat julukan putri bodoh karena menginginkan sesuatu yang tak ada."

Sesudah berkata demikian, Si Pengemis dengan tenang meninggalkan istana. Apa yang dikatakan Si Pengemis sangat menyentuh hati Sang Putri. Sang Putri menyadari kekeliruannya. Lalu ia meminta Raja membebaskan semua ahli permata. Seluruh perhiasan intan permata yang dimiliki Sang Putri dibagikan kepada ahli permata sebagai ganti rugi.

Sejak saat itu Sang Putri hidup sederhana dan tidak pernah minta yang bukan-bukan.

PENCULIKAN TABIB ISTANA

Tabib Akhsay sudah lebih sepuluh tahun menjadi tabib istana. Cara pengobatannya dengan ramuan obat yang sederhana telah berulang kali menyembuhkan penyakit keluarga istana. Itu sebabnya berita hilangnya Tabib Akhsay dari rumahnya membuat seisi istana cemas.

Patih Rangga segera dititahkan Baginda Raja untuk mencari ke mana hilangnya Tabib Akhsay. Begitu mendapat kepercayaan itu segera saja Patih Rangga menuju rumah Tabib Akhsay. Ditemuinya Radev di dalam rumah itu. Patih Rangga mengenal Radev sebagai asisten Tabib Akhsay.

"Ceritakan padaku, kapan terakhir kamu melihat Tabib Akhsay?" tanya Patih Rangga menyelidik.

"Kemarin siang Tabib Akhsay memberitahu saya hendak mencari beberapa daun untuk ramuan obat. Tabib Akhsay pergi ke selatan menuju Danau Perak. Ada beberapa daun yang hanya dapat ditemukan di sana," tutur Radev yang masih belia.

Patih Rangga memutuskan untuk menelusuri jejak hilangnya Tabib Akhsay. Dengan menunggang kuda ia segera menuju ke selatan. Setiap tiba di satu kampung Patih Rangga berhenti sebentar menanyakan perihal Tabib Akhsay.

"Ya, kami pernah melihatnya kemarin. Ia menunggang kuda menuju selatan," kata penduduk kampung pertama yang Patih Rangga tanyai. Jawaban serupa juga diberikan penduduk pada beberapa kampung berikutnya. Sampai kampung ke lima, para penduduknya memberi jawaban yang berbeda.

"Tidak. Kami tidak melihat Tabib Akhsay melewati kampung kami. Biasanya Tabib Akhsay berhenti dulu di kampung ini bila hendak menuju Danau Perak karena inilah kampung terakhir menuju Danau Perak," kata kepala kampung.

Patih Rangga mengerutkan keningnya sebentar. Berarti Tabib Akhsay hilang antara kampung ke empat dan ke lima. Memang ada hutan kecil yang memisahkan dua kampung itu. Patih Rangga memutuskan untuk kembali ke hutan kecil itu. Ia tidak menolak ketika kepala kampung kelima menawarkan seorang penduduk yang mahir melacak jejak untuk menemaninya. Setibanya di hutan kecil dari kejauhan Patih Rangga melihat kuda putih milik Tabib Akhsay. Bersama Ranjit yang menemaninya, Patih Rangga menghampiri kuda putih itu. Sementara Ranjit mengamati jejak yang tertinggal di tanah.

"Patih Rangga, menurut saya Tabib Akhsay telah diculik oleh penduduk kampung Kaki Besar," kata Ranjit kemudian.

"Kampung Kaki Besar? Aku baru mendengarnya."

"Di sebelah timur hutan ini ada lembah yang dihuni satu suku yang memiliki telapak kaki besar. Mereka memegang teguh aturan nenek moyang mereka untuk tidak memakai alas kaki ke mana pun mereka pergi," jelas Ranjit.

"Kalau begitu mari kita ke sana," ajak Patih Rangga.

Letak perkampungan yang mereka tuju sebenarnya tidak jauh. Tapi karena jalan menuju kampung itu sangat curam dan licin, terpaksa mereka turun dari kuda dan berjalan kaki. Saat melewati jalan setapak tiba-tiba telinga Patih Rangga menangkap suara yang amat dikenalnya. Suara siulan yang biasa dilakukan Tabib Akhsay saat mencari dedaunan untuk ramuan obat.

"Suara itu datangnya dari sebelah sana," Ranjit memberi petunjuk ke samping kiri jalan setapak. Buru-buru Patih Rangga menerobos semak-semak. Dari sela dedaunan yang lebar, Patih Rangga melihat Tabib Akhsay tengah sibuk mengumpulkan dedaunan, namun di belakangnya dua orang berwajah seram terus menguntit sambil memegang tombak tajam.

Dugaan Patih Rangga bahwa Tabib Akhsay diculik semakin kuat. Ia segera berbisik pada Ranjit. Tak berapa lama kemudian keduanya bergerak pelan mendekat dari belakang Tabib Akhsay. Hupf, dengan sekali loncatan keduanya berhasil melumpuhkan dua orang di belakang Tabib Akhsay.

"Patih Rangga, biarkan mereka," teriak Tabib Akhsay yang menyaksikan kegaduhan kecil itu.

"Bukankah mereka yang menculik Anda, Tabib Akhsay?" tanya Patih Rangga heran.

"Mulanya memang begitu," jelas Tabib Akhsay. Mereka berdua mencegatku dalam perjalanan ke Danau Perak. 

Lantas mereka membawaku secara paksa ke kampung mereka. Kupikir tadinya mereka bermaksud menyanderaku dan minta tebusan kepada istana. Tapi rupanya mereka menculikku karena butuh pertolonganku. Di kampung mereka berjangkit penyakit yang disebabkan oleh sejenis cacing tanah."

Patih Rangga manggut-manggut. Ia akhirnya melepaskan dua orang yang dicekalnya. 

"Bukankah setiap kampung sudah punya seorang tabib?" Patih Rangga mengingatkan.

"Tabib mereka sudah meninggal sebulan lalu dan belum ada yang menggantinya."
"Tapi Anda tidak bisa terlalu lama di sini karena istana membutuhkan Anda, Tabib Akhsay."

"Saya mengerti. Jika tidak keberatan, sebaiknya Patih Rangga kembali ke istana lebih dulu. Beritahukan perihal saya kepada Baginda Raja. Mintakan beberapa orang untuk membantu saya di sini dan tunjuk pula seorang tabib untuk ditempatkan di kampung mereka. Satu lagi yang penting, agar Baginda Raja membuat perintah kepada penduduk kampung mereka agar mau menggunakan alas kaki. Tanpa titah Baginda, mereka tidak mau melanggar aturan nenek moyang mereka."

Patih Rangga setuju dengan usul Tabib Akhsay. Ia segera meninggalkan Tabib Akhsay yang ternyata sedang mencari daun untuk ramuan obatnya. Sedangkan dua orang yang mengawalnya itu sengaja diperintahkan untuk menjaga Tabib Akhsay dari serangan binatang liar. Sementara Ranjit diminta untuk turut menemani Tabib Akhsay.

Ketika Patih Rangga menyampaikan laporannya kepada Baginda Raja, terlihat wajah Baginda sangat sedih. Ia menyesali dirinya yang tidak memperhatikan kesehatan rakyatnya hingga ia tak tahu ada seorang tabib yang ditempatkan di satu kampung telah meninggal. Padahal kampung itu sangat memerlukan pertolongan kesehatan.
Esok paginya satu rombongan dari istana diutus menuju Kampung Kaki Besar. Mereka membawa beberapa tenaga tabib dan obat-obatan. Selain itu Patih Rangga membawa surat perintah agar penduduk Kampung Kaki Besar mau menggunakan alas kaki.

"Baginda juga memberi bantuan ratusan pasang alas kaki bagi penduduk Kampung Kaki Besar agar mereka segera melakukan keputusan Baginda. Sumber penyakit mereka disebabkan oleh cacing tanah dan itu hanya dapat dicegah dengan memakai alas kaki," tutur Patih Rangga kepada kepala Kampung Kaki Besar.

Setelah Kepala Kampung memakai alas kaki, para penduduk pun mau memakainya. Hanya saja karena sebelumnya mereka tidak biasa menggunakan alas kaki, ukuran telapak kaki mereka memang besar-besar. 


Pelita Ajaib

Zaman dulu, disuatu kerajaan besar, hiduplah siorang prajurit namanya Mark. Mark adalah perajurit yang gagah berani. Beratus kali sudah dia berperang membelah negaranya. Suatu hari, ketika raja sedang berkeliling di iringin pembesar-pembesar kerajaan, Mark maju kedepan lalu memohon. 

“ Yang mulia,” katanya, “bertahun-tahun aku mengabdi, tapi kini, untuk hidupun gajiku tidak cukup. Bolehkah hamba mohon kenaikan gaji?” 

Raja marah karna merasa terganggu. 

“Tak tahu sopan santun!”bentak raja. 

“Mingir! Atau...kusuruh pengawal memenjarahkan kamu.”

Mark kembali kepondoknya yang rewot. Dibukanya pakaian prajurit, dilembarkannya tanda-tanda jasanya,lalu dia mengambil pedangnya dan melangkah pergi. Setelah berjalan berjam-jam,sampailah dia kehutan lebat. Dalam hutan itu ada pondok nenek sihir. 

Penyihir itu mau memberinya penginapan kalau Mark bersedia turun kesumur tua, mengambilkan sebuah pelita bernyala biru. Mark setuju. Dia turun kedalam sumur,duduk dalam keranjang yang diikat tali dan talinya dipegangi sipenyihir. Mark menemukan pelita itu dan penyihir mulai menaikannya keatas. Tetapi sesungguhnya dia berniat mengelabuhi Mark. 

“berikan pelita itu padaku,” serunya, “nanti ku tarik kau keatas.” 

Tapi mark sama cerdiknya dengan si penyihir 

“kau pasti akan menipuku,” kata mark.

“jika pelita ini sudah kau pegang, kau tak pernah membutuhkan aku lagi.” 

Dengan marah penyihir mencampakkan tali. 

“pikirkan baik- baik kata- katamu,” teriaknya. 

Untunglah mark tidak cedera. Untuk menenangkan hatinya dia menyalakan rokoknya dengan pelita itu. Tiba- tiba muncullah peri hitam di hadapannya. 

“ada perintah, tuanku?” kata peri itu. Mark terkejut, tapi cepat- cepat dia berkata, “keluarkan aku dari sini.” 

Peri itu tidak ahanya mengeluarkan mark dari dalam sumur, tapi juga memberinya rumah serta harta berlimpah- limpah. 

“jika tuan ingin memanggilku,” kata peri hitam, “nyalakan pipa tuan dengan pelita ini... aku akan datang.”

Mark menikmati hidupnya yang mewah, tapi tak lama. Segera dia ingat bagaimana raja memperlakukannya dengan tidak adil. 

Dinyalakan rokoknya dengan pelita itu, dan pushhh... muncullah si peri hitam. 

Kata mark, “culiklah putri raja. Bawa kemari!” 

Ketika putri malang itu tiba di rumahnya, mark memperlakukannya seperti pelayan. Keesokan harinya, di kembalikannya putri itu ke istana. 

Raja sangat marah waktu putrinya mengatakan bahwa selop peraknya tertinggal di sebuah rumah yang tak dikenal. Di kerahkannya prajurit kerajaan untuk mencari selop perak itu. Akhirnya ketemu. 

Mark di tangkap dan di hukum mati. Tapi dia mengajukan permohonan terakhir, tentu saja untuk menyalakan rokok dan pelitanya. 

Ketika peri hitam muncul, mark menyuruh mengambil tongkat dan memukuli para pengawal, bahkan juga sang raja. Raja menjadi sadar. Mark diampuni dan di nikahkan dengan putrinya. Kini raja tak lagi mudah marah. 

Dan si peri hitam? Dia tetap mengabdi mark. Dia selalu siap melayani mark dan istrinya agar mereka selalu hidup bahagia.

Patung Yang Bisa Bicara

Dahulu kala ada seorang kaisar yang sangat berkuasa. Ia memiliki satu peraturan yang sangat aneh. Jika ada yang bekerja di hari ulang tahun anaknya akan dijatuhi hukuman. Agar peraturan ini bisa berjalan baik dan dipatuhi oleh rakyat, harus ada yang mengawasinya. Sang kaisar meminta ahli sulap di negerinya untuk membuat alat yang bisa memberi tahu nama si pelanggar.

Tak lama, ahli sulap telah membuat patung indah. Patung itu ditempatkan di alun-alun ibukota. Keistimewaan patung itu adalah ia dapat berbicara, memberikan informasi siapa yang telah melanggar peraturan sang kaisar. Siapapun yang bekerja di hari ulang tahun sang pangeran pasti diketahui oleh patung yang bisa berbicara. 

Ada seorang tukang kayu bernama Fokus. Ia adalah pekerja yang rajin. Setiap hari ia bekerja dari pagi sampai malam. Suatu waktu, tibalah hari ulang tahun sang pangeran. Tanpa peduli peraturan kaisar, Fokus tetap bekerja di hari itu.

Keesokan paginya, Fokus berjalan menuju alun-alun kota. Ia lalu mendekati patung yang bisa berbicara dan berkata,

"Oh, patung! Kau telah menyebut banyak nama penduduk negeri ini. Kau membuat mereka dijatuhi hukuman. Aku bersumpah, kalau kau mengadukan aku, aku pasti akan menghancurkanmu."

Tak lama setelah itu, kaisar mengirimkan pasukannya untuk mendengarkan laporan patung ajaib, apakah ada yang melanggar peraturan kaisar. Saat melihat pasukan itu, patung ajaib hanya berkata begini, "Kalau aku mengatakan yang sebenarnya, aku akan dihancurkan".

Para pasukan kembali ke istana dan melaporkan apa yang mereka dengar kepada kaisar. Kaisar jadi marah. Ia lalu kembali mengirimkan pasukannya ke alun-alun dan memaksa si patung ajaib untuk menyebut nama si pelanggar.

Para pasukan mematuhi perintah kaisar. Mereka mendekati patung dan memintanya mengatakan yang sebenarnya. Patung itu lalu berkata, "Tangkaplah Fokus, si tukang kayu. Kemarin ia melanggar peraturan kaisar, dan pagi ini ia mengancam akan merusakku."

Fokus, si tukang kayu pun ditangkap dan membawanya ke hadapan Kaisar. Ia pun ditanya mengapa tetap bekerja di hari ulang tahun pangeran. 

Fokus lalu menjawab,"Yang Mulia, tidak mungkin bagiku untuk mematuhi peraturan itu. Aku harus mendapatkan 8 koin uang penny setiap hari. Karena itu, aku terpaksa harus bekerja."

Kaisar tak mengerti jawaban Fokus. Ia lalu meminta penjelasan lebih lanjut. 

Fokus pun menjelaskannya,"Begini, Yang Mulia. Setiap hari, sepanjang tahun, aku harus membayar utang 2 penny yang aku pinjam dari ayahku ketika aku masih anak-anak. Sekarang ayahku miskin dan membutuhkan bantuanku. Jadi aku mengembalikan apa yang sudah diberikannya. Lalu, 2 penny lagi untuk aku pinjamkan kepada anakku. Ia sedang sekolah, Yang Mulia. Jika aku bangkrut, semoga ilmu yang didapatnya bisa menolongku. 2 penny lagi untuk istriku. Sisa 2 penny untuk diriku sendiri. Untuk makan dan minum. Semuanya 8 penny. Aku tidak bisa melakukan ini semua tanpa bekerja setiap hari."

Kaisar kini mengerti bahwa rakyatnya harus bekerja setiap hari. Ia lalu mengijinkan Fokus pergi dan memintanya untuk terus bekerja dengan rajin.

Di hari yang sama, Kaisar membatalkan peraturannya yang aneh itu. Semua orang bebas bekerja kapanpun juga. Patung ajaib yang bisa berbicara pun jadi menganggur. Ia menjadi hiasan kota, dengan sedikit renovasi. Yaitu tambahan ukiran koin 8 penny di tangannya.




Pasukan Raja Yang Malas

Jaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang mempunyai pasukan yang paling malas di dunia. Mereka selalu terlambat bertugas, dan mereka tidak pernah berpakaian dengan benar. Beberapa memakai seragamnya terbalik. Beberapa kehilangan kancingnya. Beberapa memakai sepatu di kaki yang salah. Satu prajurit bahkan pernah kehilangan celananya.

Ini semua karena mereka tidak bisa bangun pagi. Bahkan prajurit yang harus meniup terompet untuk membangunkan yang lain tidak bisa bangun pada waktunya.

"Kalian semua sangat memalukan! Sesuatu harus dilakukan. Besok, aku akan membangunkan kalian semua dengan tembakan!"

Tapi para prajurit itu tidak mau bangun pagi. Jadi malam itu, sebelum mereka tidur, mereka merencanakan sesuatu. Keesokan paginya, raja menyalakan meriam terbesar di istana. BUM! Seluruh istana bergetar. Raja menunggu dan menunggu, tapi tidak ada prajurit yang muncul. Mereka semua masih tidur nyenyak.

Para prajurit itu sangat cerdik. Sebelum tidur, mereka menutupi telinga mereka dengan bantal. Mereka tidak mendengar apa-apa. Lalu ratu berjanji kalau ia yang akan membangunkan para prajurit besok pagi. 

Pagi-pagi sekali, sang ratu memasang lonceng di menara, di depan kamar para prajurit. Ia menarik talinya sekeras mungkin. Suara dentangan bel terdengar sampai jauh sekali. Sang ratu menunggu dan menunggu, tapi tidak satu pun prajurit muncul. Mereka masih tidur nyenyak. Kali ini, para prajurit yang cerdik itu menyumbat telinga mereka dengan kapas!

Sekarang giliran pangeran ingin mencoba membangunkan para prajurit itu. Para prajurit bingung. Apa kira-kira rencana pangeran? Keesokan paginya pangeran menyelinap ke dalam kamar para prajurit. 

Di punggungnya tersembunyi sehelai bulu ayam yang panjang. Serentak pangeran itu menggelitik semua kaki telanjang para prajurit. Segera saja mereka tertawa keras dan jatuh dari tempat tidur.

"Wah hebat anakku, kamu berhasil!"

Semua menunggu, tapi tak satu pun prajurit muncul. Mereka tidur nyenyak lagi. Tertawa keras membuat mereka semua kecapaian dan tertidur lagi.

Kini sang putri yang selama ini diam saja, hanya tersenyum sendiri. Ia mempunyai rencana yang sangat istimewa. Keesokan paginya, pagi-pagi sekali, sang putri berjingkat-jingkat ke dapur istana dan membisikkan sesuatu pada juru masak istana.

Dan, tidak lama kemudian..hmmm, bau apa ini? Baunya enak sekali, bau lezat ini merayap dari dapur, keluar dapur, dan masuk ke dalam kamar di mana para prajurit sedang tidur. Wah, bau sedap ini mengganggu semua hidung para prajurit, dan mereka mulai membuka mata, dan perut mulai terasa keroncongan. Satu sama lain mulai membangunkan dan mereka mengikuti asal bau tersebut.

Ternyata bau itu datangnya dari dapur. Pada saat para prajurit sudah ingin makan, sang putrid pun muncul, dan sang putri berkata, 

"Kalian tidak akan mendapatkan makanan yang enak dan lezat kalau kalian tidak mandi dan keluar dengan pakaian seragam yang rapi.

Dan, tanpa dikomando mereka semua berebut mandi dan menyantap makanan lezat itu. Hal itu terjadi pada hari kedua, hari ketiga, dan begitu selanjutnya. Wah, sejak saat itu tidak ada satu pun lagi prajurit yang malas.



Dongeng ini karangan Ronne P Randall