Pada zaman dahulu, hiduplah seorang putri. Ayahnya adalah seorang raja yang terkenal, dan sangat mencintai putrinya tersebut. Karena rasa sayangnya itu, segala keinginan anaknya itu pasti akan dituruti. Jika sang putri minta apa saja, maka ayahnya segera memberikannya secara berlebih.
Pada suatu hari, sang putri meminta sutra pada ayahnya. Mendengar permintaan putrinya itu, sang ayah segera mengumpulkan seluruh pedagang sutra terbaik yang ada di kerajaan itu, lalu satu persatu mereka meletakkan sutra mereka di hadapannya, agar sang putri dengan mudah bisa memilih.
Pada saat musim dingin tiba, sang putri meminta perapian untuk menghangatkan tubuh. Langsung saja sang ayah mengumpulkan seluruh tukang kayu yang ada di kerajaan untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian meraka menyalakan api, sehingga badan sang putri menjadi hangat.
Ketika sang putri menginginkan bintang, maka ayahnya mengumpulkan pengrajin batu mulia. Mereka membentuk batu permata menjadi bintang-bintang yang sangat indah dan berkilauan.
Pada suatu hari, sang putri berjalan-jalan di taman istana. Tiba-tiba ia melihat anak tukang kebun yang miskin sedang menyiram bunga-bunga di taman.
Sang putri melihat ke arah anak tukang kebun, seraya berkata, “Hei.., apakah kamu mempunyai sutra seperti yang saya pakai ini?”, “Apakah kamu punya perapian seperti yang ada di rumahku?”, tanya sang putri lagi, “Dan apakah kamu punya bintang yang indah seperti ini?! Kamu pasti tidak punya. Mana bisa kamu mendapatkan itu semua. Kamu kan hanya anak seorang tukang kebun miskin. Kamu tidak punya ayah seorang raja atau saudara pangeran”. Lanjut sang putri dengan sombong.
Anak tukang kebun itu hanya diam dan tertawa mendengar ocehan sang putri dan tidak membalasnya. Dan semenjak itu, sang putri sering pergi ke taman setiap hari untuk memamerkan yang ia punya pada anak tukang kebun, dan ia akan selalu mengatakan, “Apakah kamu mempunyai sutra seperti yang saya pakai ini?”.
“Apakah kamu punya perapian seperti yang ada di rumahku?”. “Dan apakah kamu punya bintang yang indah seperti ini?”. “Kamu pasti tidak punya. Mana bisa kamu mendapatkan itu semua. Kamu kan hanya anak seorang tukang kebun miskin. Kamu tidak punya ayah seorang raja atau saudara pangeran”.
Dan, anak tukang kebun itu lagi-lagi hanya diam dan tersenyum. Ia tidak membalasnya. Akan tetapi, pada suatu saat, ia menanggapi sikap sang putri dengan tertawa sambil berkata, “Memang... aku tidak punya ayah seorang raja dan tidak punya saudara pangeran... Aku hanya seorang anak tukang kebun yang miskin. Aku tidak punya sutra seperti yang kamu pakai. Aku tidak punya perapian seperti yang ada di kamarmu, dan aku juga tidak punya bintang dari permata seperti punyamu. Tapi aku punya sutra yang halus sekali, aku punya api merah yang tidak menyengat, dan aku punya bintang yang berkilauan, semuanya berkumpul jadi satu dan dapat berjalan bersama-sama di atas tanah. Ia jauh lebih indah dari semua yang kamu punya”, timpal anak itu tidak mau kalah.
Sang putri kaget dan heran mendengar ucapan anak tukang kebun itu, dan berkata pada dirinya sendiri, “Apa benar yang dikatakan anak tukang kebun itu? Ia punya sutra yang halus, api merah yang tidak menyengat, dan bintang yang berkilauan, semua itu menjadi satu dan dapat berjalan bersama-sama di tanah?” Gumam sang putri. “Sementara aku punya sutra, api dan bintang yang tidak menjadi satu dan tidak bisa berjalan di tanah, dan api yang ada dirumahku panasnya menyengat dan bisa membakar siapa saja yang ada di dekatnya,” pikir sang putri sambil merenung.
Hari ulang tahun semakin dekat, dan sebentar lagi tiba. Sang putri mengadu pada ayahnya, “Ayah... nanti kalau aku ulang tahun, aku mau hadiah sutra yang halus, api yang panasnya tidak menyengat, dan bintang yang berkilauan, semua itu jadi satu dan dapat berjalan di tanah,” pinta sang putri.
Sang raja terheran mendengar rengekan putrinya dan memerintahkan menterinya untuk mencarinya. Sang menteri juga heran dan bingung mendengar perkataan raja, lalu ia minta pendapat pada seorang penasehat yang bijak. Mendengar perkataan sang menteri sang penasehat bijak juga heran, ia berfikir keras mencari jawaban permintaan rajanya.
Setelah lama berfikir, ia berkata kepada sang menteri, “Itu adalah perkara yang mustahil. Tidak mungkin ada. Mana ada api yang panasnya tidak menyengat? Dan sangat tidak mungkin ada sutra, api dan bintang yang berkumpul jadi satu. Karena api akan membakar sutra, dan bintang akan membakar keduanya. Lalu bagaimana mungkin semua itu berjalan bersama di tanah?” Kata sang penasehat heran.
Sang menteri menyampaikan apa yang dikatakan oleh penasehat, dan menyesal karena tidak dapat memenuhi permintaan sang putri.
Ketika sang putri mengetahui bahwa permintaannya tidak terpenuhi, ia jatuh sakit dan terbaring di atas tempat tidurnya. Ia tidak dapat bergerak dengan lincah sebagaimana yang biasa ia lakukan ketika sehat. Sang raja khawatir dan panik melihat keadaan putrinya itu. Lalu ia meminta tabib istana untuk mengobati putrinya.
“Paduka raja patut khawatir terhadap keadaan sang putri, karena sakitnya tidak akan terobati kecuali dengan memenuhi permintaannya,” saran tabib istana.
Sang raja bingung menghadapi persoalan itu, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk memenuhi permintaan putrinya agar sembuh dari sakitnya.
Akhirnya sang raja membuat sayembara di seluruh pelosok kerajaan dan negeri. Yang isinya, siapa yang dapat memenuhi permintaan sang putri maka akan diberikan hadiah emas yang banyak dan akan dijadikan pangeran.
Semua orang di kerajaan itu mulai mencari apa yang diminta oleh sang putri. Sementara pasukan kerajaan berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain di seluruh negeri dengan tujuan yang sama. Akan tetapi mereka tidak menemukan apa yang diinginkan oleh sang putri.
Pada suatu malam, anak tukang kebun yang miskin tadi datang ke istana, kemudian ia menyampaikan pada penjaga istana bahwa ia mempunyai hadiah buat sang putri.
Maka dengan seketika penjaga tersebut mengantarkannya untuk bertemu dengan sang putri. Anak tukang kebun itu tersenyum ketika melihat sang putri, seraya berkata, “Ambillah hadiah ini wahai sang putri...”. Selanjutnya ia mengeluarkan seekor kucing kecil mungil dan cantik dari dalam sakunya. Dan berkata, “Kucing ini bulunya halus seperti sutra, lidahnya merah seperti api tapi tidak menyengat, dan matanya berkilau seperti bintang. Semuanya berkumpul jadi satu dan berjalan bersama-sama di atas tanah.”
Sang putri tertawa. Ia langsung mengambil kucing itu, mengelus bulunya yang halus seperti sutra. Ia melihat lidahnya yang merah seperti api, dan ia memandangi matanya yang indah dan bersinar seperti kilauan bintang di langit.
Sang putri mendekap dan memeluk kucingnya yang manis. Sang raja sangat senang melihat putrinya telah sembuh. Akhirnya sang raja memberikan imbalan yang besar kepada anak tukang kebun dan ia diangkat sebagai pengeran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar